Laman

Kamis, 03 Mei 2012

Pulang Demi Cinta


Ketika tangan-tangan cinta itu menjamahmu
Ketika untaian kata itu menyapamu dengan tulus
Katakan bahwa kau mau
Katakan bahwa kau menghendakinya
Ketika hati itu menyentuhmu
Ketika tak ada lagi keraguan yang mengganjal
Katakan ya untuk menerimanya
Katakan itu dengan penuh keyakinan
Pulanglah,  nak…
Pulanglah demi cinta itu
Temukan kebahagian yang kau cari selama ini

Mencintaimu……..


Mencintaimu….
Membuatku merasa menjadi orang paling berharga
Merasakan keindahan yang belum pernah kumiliki
Mencintaimu….
Merubahku menjadi seorang pemberani
Menghadapi dunia ini dengan tengadah dan langkah pasti
Mencintaimu….
Membuatku berani mengorbankan diri
Menghindari hal yang membuatmu tak bahagia
Menjauhi hal yang mendorongmu untuk curiga
Mencintaimu….
Mendorongku ingin melakukan hal-hal istimewa
Memberiku kekuatan yang tak pernah kusangka
Mencintaimu….
Bukankah memang begitu semestinya…?
Mencintaimu….
Aku bahagia mencintaimu
Thank’s for allowing me to love you

Rabu, 02 Mei 2012

Seperti Suara Malaikat


Di tengah kebekuan malam itu
Di antara kebuntuan dan gelegak rasa
Kebencian,  dendam,  cemburu,  cinta…   semuanya
Kuingin menguji diriku sendiri
Rasa mana yang masih mampu bertahan
———-
Kukosongkan diri dalam diam
Kutanggalkan semua rasa itu….  ya,  semuanya
Diam…. hening….
Kudengar bisikan di belakang telingaku
Seperti suara malaikat
Bening….  lembut….  menyentuh hati
Mencerminkan ketulusan…  kedalaman cinta
——–
Mendengar suara itu
Luruhlah kebencian yang menggumpal
Lenyap sudah dendam dan cemburu yang selama ini menekan
Yang tersisa hanya cinta
———–
Ya,  Tuhan…  Raja semesta alam
Izinkan aku menyimpan rasa itu
Jangan biarkan aku menyia-nyiakan itu lagi
——————————————————–
PS:     Sekedar berbagi,   bukan ahli berpuisi


Senin, 30 April 2012

Bersyukur (pernah) Mencintaimu


Tak kusangka hujan badai itu datang lagi.   Di saat kita berusaha memupuk tanaman yang kita semai bersama di ladang itu,  di saat aku mulai yakin dengan panen pada musim mendatang,  hujan  badai memporak-porandakan semuanya.
Hari-hari terakhir ini kau telah berubah.  Kau menolak untuk memupuk tanaman itu,  meski aku mencangkulnya setiap hari.   Kau menemukan alasan untuk tak melakukannya.   Intuisiku mengatakan ada tanaman lain yang kau semai tanpa sepengatahuanku.   Kurangkai fakta dan temuan kecil yang kupunya.   Meski semua mengarah kesana,  tapi aku selalu berusaha menepisnya.   “Tak mungkin,”  itulah jawabku setiap kali pertanyaan itu muncul di benak.   Tapi perubahan-perubahan kecil padamu yang tak kausadari, selalu menjadi perhatianku.
Telah kuingatkan bahwa musim ini kejam,  musim ini membunuh dan  saling memangsa.  Musim di komunitas ini hanya semu dan tak nyata.   Tak perlu membuka peluang orang asing untuk datang dan menganggu tanaman kita.  Aku khawatir tanaman itu akan jadi korban dan takkan ada panen  pada musim mendatang.   Tapi sulit untuk menghentikanmu di tengah euforia dalam komunitas itu.
Sekarang  setelah badai ini,  aku melihat ujung riwayat tanaman yang kita semai bersama.   Aku tak pernah menginginkan akhir seperti ini.  Kau memang bebas menentukan ladang mana yang kaupilih untuk tanaman barumu,  seperti yang kauimpikan.  Aku harus ikhlas tak menjadi bagian dari mimpimu itu.   Namun satu hal yang harus kautahu,  aku akan tetap memelihara tanaman lama kita.   Biarlah aku sendiri yang memupuk dan menyiramnya tiap saat,  seperti janjiku saat itu.  Aku akan tetap menghadapi badai yang akan datang,  meski hanya sendiri tanpamu.
Untuk yang terakhir kali kukatakan, aku tak pernah menyesal telah menitipkan secarik kertas di pintumu waktu itu.  Aku memang datang hanya untuk satu orang dan untuk satu alasan.
Sekarang,  setelah badai ini reda,   tak ada amarah atau dendam dalam hatiku.  Yang ada hanya doa tulus untuk kebahagiaanmu.   Dan…   ijinkan kuambil kembali bunga cinta yang pernah kutitipkan di hatimu.   Aku tak ingin cintaku itu membebanimu.
Kini,  tak ada lagi yang akan kukatakan selain bersyukur bahwa aku mencintaimu.   Ya….  aku bersyukur pernah mencintaimu.
——————————————————————————–